Free Widgets

Selasa, 27 September 2011

Akibat Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Tidak Transparan


         Ketertutupan para penyelenggara Negara membuat sesuatu menjadi kabur, sehingga peluang peyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah sangatlah memungkinkan.Dan kenyataan inilah yang saat ini terjadi dalam pemerintahan kita. Lihat saja bagaimana praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang di lakukan oleh oknum pemerintah begitu tertutup rapih dan seolah-olah menjadi budaya dikalangan elit politik. Sungguh kenyataan yang sangat ironis dan memprihatinkan.
Dan akibat ketertutupan inilah partisipasi masyarakat terhadap penyeenggaraan pemerintah semakin kecil. Apabila hal ini terus berlangsung, dan para penyelenggara pemerintahan semakin menyalahgunakan kekuasaannya, maka dapat dipastikan  bahwa pemerintahan Negara semakin tidak dipercaya oleh masyarakat. Bisa dibayangkan seandainya hal ini terjadi. Bila suatu pemerintah sudah kehilangan kepercayaan dari masyarakat, berbagai unjuk rasa, penentangan, kerusuhan massal yang akhir-akhir ini merebak, tidak dapat dielakan. Kita lihat di laoangan bagaimana oknum pemerintah melakukan penggusuran secara paksa terhadap Rakyat kecil. Para pedagang kaki lima yang digusur secara paksa. Dimanakah letak keadilan? masihkah ada hati nurani dari para pemegang kekuasaan. Sekali lagi dimanakah letak sebuah keadilan?
Sementara tujuan Negara kita adalah terpenuhinya keadilan bagi rakyat Indonesia, sesuai pembukaan UUD 1945 , bahwa Negara yang hendak didirikan  adalah Negara Indonesia yang adil dan makmur dan bertujuan menciptakan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Pesan yang terkandung dalam UUD 1945 inilah yang seharusnya menjadi pedoman dan pemicu semangat bagi para penyelengara Negara bahwa tugas utamanya adalah menciptakan keadilan. Ketidakadilan merupakan sumber perpecahan sebuah bangsa. Adanya pertentangan, kerusuhan missal, aksi-aksi demo, dan pergolakan di suatu wilayah, salah satu sumbernya adalah ketidakadilan.
Sementara para penyelenggara pemerintah menikmati kekayaan yang mereka tumpuk, rakyat kecil semakin terpuruk. Apa sebenarnya demokrasi itu? “Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.”  Apakah hal ini hanya dijadikan kedok untuk menutupi kebobrokan pemerintah kita saat ini? kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah sesungguhnya adalah  suatu amanat yang harus dijalankan dengan kejujuran oleh para penyelenggara pemerintahan.
Hilangnya kepercayaan yang nantinya dapat berujung pada rasa saling curiga dari masyarakat terhadap pemerintah, dapat mengancam stabilitas nasional. Untuk itu perlu di bangun dan di bina sikap saling keterbukaan antara penyelenggara pemerintahan dan rakyat. Dengan adanya keterbukaan inilah dapat melahirkan komunikasi yang akan menumbuhkan kepercayaan dan mengatasi rasa saling curiga dengan demikian  suatu kehidupan yang yang menjadi tujuan Negara Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 dapat terwujud.tentunya hal inilah yang selama ini kita idamkan. (oleh : nena nurhasanah/http://kewarganegaraan.wordpress.com)

Mutasi Jabatan Kabag Humas


Jabatan Adalah Amanah



Kepala Bagian Humas, Protokol dan TU Pimpinan Setda Kota Pontianak, Lazuardi, Kamis (14/4) dilantik oleh Walikota Pontianak, Sutarmidji, menduduki jabatan barunya sebagai Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Pontianak.

“Jabatan di suatu pemerintahan merupakan amanah yang diberikan oleh rakyat. Karena, fasilitas, gaji, dan segala macam yang dinikmati merupakan milik rakyat. Tentunya, sebagai rakyat memberikan amanah untuk dijalankan dan dijaga oleh pejabat pemerintahan,” ujar Lazuardi saat berpamitan dengan media cetak dan elektronik di ruang Media Centre Pemkot Pontianak, usai dirinya dilantik.

Pernyataan dari Walikota Pontianak itulah yang dijadikannya acuan dalam menjalankan amanah dan jabatan yang diembannya sekarang dan ke depan. “Jabatan adalah amanah dari Allah yang diberikan kepada saya melalui kepala daerah. Kita harus melaksanakan amanah itu. Kita ini dibayar dan difasilitasi dan segalanya oleh rakyat. Itu seperti yang dikatakan pak Wali,” katanya.

Menurut dia, dirinya menjabat sebagai Kabag Humas dan TU Pimpinan Setda Kota Pontianak ini kurang lebih dua tahun empat bulan. “Saya dilantik Januari 2009 lalu,” kata Sekretaris BKD Kota Pontianak itu.
Saat itu Humas masih bergabung dengan Dinas Pariwisata. Humas ada di bidang Kominfo. Lazuardi juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Setda Pemkot Pontianak. “Saya lebih banyak tugas di sekretariat,” katanya.

Kendati dirinya tidak lagi menjabat sebagai Kabag Humas, Lazuardi berharap agar tali silaturahmi tetap terjalin baik. Begitu juga dengan rasa kekeluargaan jangan pernah luntur. Ia tidak ingin, jalinan silaturahmi dan kekeluargaan itu hanya sebatas ketika dalam urusan pekerjaan saja. “Bukan saja hanya gara-gara pekerjaan. Tapi kita ini sebagai manusia biasa yang harus tetap menjalin hubungan. Atas nama pribadi saya mohon maaf, bila selama saya di humas, ada hal-hal yang kurang enak dari saya. Saya mohon maaf dan semoga Ridho Allah menyertai kita,” ungkapnya.

Di posisi barunya yang berkaitan dengan kepegawaian, dia mengaku tentunya akan banyak belajar mengenai Undang-undang Kepegawaian. Karena harus menyesuaikan denganm tupoksi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tempatnya bertugas. “Sehingga apa yang diamanahkan kepada saya dapat saya lakukan dengan sebaik-baiknya,” tukasnya.

Selama bertugas di Bagian Humas, dia mengatakan, yang paling berkesan di humas karena rasa dan semangat kekeluargaan cukup tinggi. Kerjasama terjalin baik. “Kawan-kawan saling bahu membahu dalam menjalankan pekerjaan walau terkadang memang ada mengomel-ngomel, tapi lebih banyak saling mendukung,” tuturnya.

Selain itu, hal yang juga berkesan baginya adalah karena anak buahnya tidak memandang materi dalam mengabdi. “Hari besar pun masih mau menjalankan tugas walau kadang berkelahi sama istri, saat lebaran tetap menjalankan tugas. Padahal istri dan anak di rumah mengajak berjalan untuk bersilaturrahmi,” pungkasnya. (humas)

Rabu, 07 September 2011

Indisipliner Pegawai DISPENDA Kalbar


Pontianak, Tingginya indisipliner pegawai negeri sipil (PNS) diberbagai daerah belakangan ini menjadi sorotan berbagai media cetak dan elektronik. Jam kerja (efektif) sesuai dengan “ PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2008 “ (TENTANG PEDOMAN ANALISIS BEBAN KERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH), seolah-olah hanya menjadi pengisi lemari arsip pemerintahan.

Dari dinas-dinas yang ada di Provinsi Kalbar, DISPENDA (Dinas Pendapatan Daerah) adalah yang paling membuat miris DPD Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kalbar. Mulai dari jam kerja hingga kinerja administratif sangat memprihatinkan dan mencerminkan ketidak-tegasan kepala dinas (kadis) selaku pimpinan.

Proposal resmi Kongres AWI ke-II tahun 2011 yang disampaikan ke DISPENDA pada awal bulan Juli 2011 tidak mendapat kejelasan sebagaimana yang telah dilakukan beberapa dinas-dinas yang ada ditubuh pemerintah provinsi kalbar lainnya.

“ Kami telah beberapa kali mendatangi DISPENDA, namun hasilnya selalu pulang dengan alasan-alasan yang acapkali berbeda. “ ungkap Budi Gautama, Ketua DPD AWI Kalbar.
Pada tanggal 07/09/11 DPD AWI Kalbar kembali mendatangi DISPENDA dan menurunkan langsung ketua DPD AWI Kalbar, dan itu dilakukan karena telah didesak laporan pertanggung jawaban dewan pimpinan daerah (DPD) oleh pusat.

“ Apa yang di inginkan pengurus pusat dapat kami pahami, mengingat kegiatan itu (Kongres) sudah berlangsung 2 (dua) bulan yang lalu di Jakarta (7-8/07/11). Namun kenyataannya, kami berurusan dengan beberapa dinas yang kurang memperhatikan disiplin kerja, mulai dari jam kerja hingga kinerja administratifnya, “ terang Humas DPD AWI Kalbar kepada SKU Integritas.

Di DISPENDA Prov.Kalbar, Ibu Widya yang sejak awal menghandle (menangani) proposal tersebut dalam beberapa kesempatan selalu memberi alasan yang berbeda. Rabu, 07/09/11 Ketua DPD AWI Kalbar yang didampingi redaktur pelaksana SKU Integritas mendatangi bu Widya guna mengetahui kejelasan Proposal tersebut.

“ Awalnya kami selaku perpanjangan tangan pengurus pusat ingin melakukan penarikan proposal Kongres AWI II tersebut. Di ruang sekretariat hanya ada 2 pegawai saja, sementara meja lain yang seharusnya di isi oleh SDM-SDM yang disebut PNS, tidak berpenghuni alias kosong, “ jelas Budi.

Ketika ditanya kepada salah satu pegawai yang ada disana, ia mengatakan bahwa saat itu sedang jam istirahat. Setelah menunggu kurang lebih 2 jam, pemandangan diruangan itu tetap tidak berubah.

“ Ironisnya lagi pak Anthony selaku sekretaris sempat keluar masuk ruangan bahkan menanyakan perihal kedatangan kami, namun tidak ada tanggapan yang serius dari beliau sehingga kamipun harus kembali menunggu bu Widya. “ ujar Budi kesal.

Poin pertama yang didapati adalah ketidak-pekaan pak Anthony terhadap permasalahan itu, dan yang kedua adalah ketidak-tegasannya terhadap bawahan yang tidak disiplin terhadap jam kerja.

“ Beberapa dinas yang kami sampaikan proposal Kongres AWI II itu telah menyurati (tertulis) kepada kami bahkan sebelum kegiatan Kongres di selenggarakan (7-8/7/11). Yang menambah kejengkelan kami, bu Widya yang setelah 2 jam istirahat, mengatakan bahwa surat yang sudah turun dari kadis dalam status masih pending dan ketika ditanya hingga kapan di pendingnya, bu Widya tidak mengatakan kapan waktu pastinya. “ terang Budi.

Selama 2 (dua) bulan ini, proposal tersebut hanya menjadi pemenuh berkas surat yang ada dan itu artinya mulai dari bawahan hingga atasan tidak ada komunikasi yang aktif dan inisiatif individu.

“ Mungkin bila proposal itu dibiarkan dan tahun depan kami datang, maka hasilnya sama yaitu masih pending karena atasan dan bawahan sama-sama sibuk, hingga tidak sempat untuk menyurati atau memberitahu kami perihal proposal tersebut. “

Indisipliner PNS baik itu jam kerja dan kinerja admnistrasi beberapa orang di instansi pemerintah akhirnya merusak banyak PNS yang telah bekerja sesuai aturan. Ibarat peribahasa “ Gara-gara nila setitik, Rusak susu sebelanga ”, yang akhirnya banyak pihak yang dirugikan.


“ Kami melihat pemandangan ketidak-disiplinan PNS ini bukan hal yang baru, jauh sebelumnya kami banyak menemukan dinas-dinas yang ruangannya kosong. Kami tidak dapat memberikan sanksi, karena itu merupakan tugas pemerintah dan yang dapat kami lakukan hanyalah menjadikan pemandangan itu sebagai bahan pemberitaan. “ terang Aulya, redaktur pelaksana SKU Integritas Online. (**)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host