Free Widgets

Sabtu, 08 Januari 2011

Jangan Takut dengan Luka Lama


Jangan Takut dengan Luka Lama

 


Terkait dengan “Seruan Pontianak"

PONTIANAK: Yohanes Supriyadi, seorang aktivis Pontianak asal Landak, mengatakan Sabtu ini bahwa Kalimantan Barat adalah provinsi multietnik dengan sejarah konflik antar etnik yang panjang. "Konflik tak bisa dihindari. Konflik juga tak bisa dihilangkan. Yang bisa dilakukan adalah mengelola konflik secara damai, bukan dengan kekerasan," katanya.

Menurut siaran persnya hari Sabtu, terbitnya iklan Seruan Pontianak di tiga harian di Pontianak, Senin lalu, mau tidak mau telah menimbulkan konflik. “Baik penggagas seruan maupun kontra telah berkonflik,” katanya.

Seruan Pontianak hanya simbol dari upaya mediasi konflik kekerasan. “Seruan Pontianak itu kan hanya himbauan moral dari pegiat perdamaian yang mesti disikapi dengan arif dan bijaksana oleh masyarakat Kalbar yang multietnik.”

Supriyadi mengatakan masyarakat Kalimantan Barat jangan takut dengan luka lama,“Takutlah dengan luka baru hasil simbiosis kimiawi dari luka lama yang tak pernah sembuh secara final.” Luka lama kalau disentuh memang sakit, karena ada sisa-sisa bekas jahitan. Namun, kalau tidak diingatkan bahwa masih ada bekas luka lama, kalau terjadi luka baru akan lebih parah.

Seruan Pontianak, menurutnya, berupaya mengingatkan masyarakat agar jangan ada lagi luka baru. “Akhir-akhir ini, konflik antar individu seringkali berubah menjadi konflik antar kelompok dengan membawa-bawa kelompok etnik dan agama.”

“Karena luka lama masih ada bekas, ketika ada luka baru, seringkali dimanfaatkan pihak tertentu, jadilah ia menjadi konflik antar kelompok etnik."

Ia juga menyayangkan sikap dari beberapa organisasi “etnik” terhadap Seruan Pontianak.

Seharusnya, organisasi adalah kumpulan orang dari berbagai latar belakang, yang mengedepankan kearifan dalam menyikapi situasi sosial politik yang ada dan berkembang. Jangan justru memperkeruh suasana.

“Selama ini, banyak ormas 'etnik' yang selalu mengatasnamakan kelompok etniknya dalam setiap aktivitas, padahal mereka hanya orang-orang tertentu yang kebetulan jadi pengurus ormas,” ujarnya. Ada juga orang tertentu yang menjadi pengurus organisasi massa seumur hidup.

Kedepan, pemerintah perlu melakukan penataan organisasi massa agar tidak seenaknya satu atau dua orang berkumpul lalu mendirikan organisasi atas nama etnik. Hukum memang memperbolehkan semua warganya untuk berserikat dan berkumpul, namun selama ini banyak disalahgunakan orang-orang tertentu.

Supriyadi adalah Ketua V Dewan Adat Dayak kota Pontianak ini. Dia juga Sekretaris Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kalimantan Barat. Dia juga pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) cabang Pontianak. Dia juga ikut mendukung Seruan Pontianak.

Dia menyatakan banyak organisasi dibentuk oleh "orang-orang yang tak jelas" serta dijadikan “alat penekan” untuk kepentingan individu dan kelompok mereka.

“Muncul tiba-tiba dan kemudian hilang tanpa aktivitas program. Banyak juga ormas yang tak melakukan kaderisasi, karena itu tak heran, orangnya itu-itu saja, sudah puluhan tahun jadi pengurus ormas yang sama. Dan anehnya, masyarakat 'yang diwakili' ormas tersebut tidak kritis.”

Supriyadi minta warga Kalimantan Barat cerdas, memilah dan memilih informasi, pernyataan dari sekelompok aktivis organisasi massa, yang mengatasnamakan etnik, dalam menanggapi Seruan Pontianak. “Saya yakin, rakyat Kalbar sudah cerdas,” katanya.

 

 

 

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host